Senin, 06 Juni 2011

KEPRIBADIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM


1.    Hakikat Manusia
a.      Manusia adalah Makhluk Allah
Keberadaan manusia di dunia ini bukan kemauan sendiri, atau hasil proses evolusi alami, melainkan kehendak Allah. Dengan demikian, manusia dalam hidupnya mempunyai ketergantungan kepada-Nya. Manusia tidak bisa lepas dari ketentuan-Nya. Sebagai makhluk, manusia berada dalam posisi lemah (terbatas), dalam arti tidak bisa menolak, menentang atau merekayasa yang sudah dipastikan-Nya. Dalam Al-Qur'an, surat At-Tin, ayat 4 Allah berfirman:
  
"Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik sempurna)".
Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah dan secara kodrati merupakan makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi Muhammad Saw sebagai berikut"
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi"" (H.R Muslim).
Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut.
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku " (QS Adz-Dzariyat:56).
b.     Manusia adalah Khalifah di Muka Bumi
Hal ini berarti, manusia berdasarkan fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (mementingkan/membantu orang lain), menilik fitrahnya ini,manusia mmemiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinterkasi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain atau lingkungannya. Sebagai khalifah manusia mengemban amanah atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera dan berupaya mencegah (preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup (regional global) ( Syamsu, 2007: 210). Manusia menurut konteks Islam merupakan 'Khalifah di muka bumi". Artinya manusia berfungsi sebagai pengelola alam dan memakmurkannya. Ini tersurat dan tersirat dari firman Allah sebagai berikut:
"Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi (QS. Fatir:39). Selanjutnya Allah berfirman : Dan Dia menundukkkan untukmu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya. (QS. Al-Jatsiyah:3)
c.      Manusia adalah Makhluk yang Mempunyai Fitrah Beragama
Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai kemampuan untuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai tolok ukur atau rujukan perilakunya.
Allah berfirman :
"...bukanlah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa Kau adalah Tuhan kami". (QS. Al-A'rof:172).
d.     Manusia Berpotensi Baik (Takwa) dan Buruk (Fujur)
Manusia dalam hidupnya mempunyai dua kecenderungan atau arah perkembangan, yaitu takwa, sifat positif (beriman dan beramal shaleh) dan yang fujur, sifat negatif (musyrik, kufur, dan berbuat maksiat/ jahat/buruk/zolim). Dua kutub kekuatan ini saling mempengaruhi. Kutub pertama mendorong individu untuk berperilaku yang normatif (merujuk nilai-nilai kebenaran), dan kutub lain mendorong individu untuk berperilaku secara impulsif dorongan naluriah, instinktif, hawa nafsu). Dengan demikian manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan pada situasi konfiik antara benar-salah atau baik -buruk.

Dalam surat Asy-Syamsu: 8-10, difirman
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia sifat fujur dan takwa. Sungguh bahagia orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh celaka orang yang mengotori jiwanya".
e.      Manusia Memiliki Kebebasan Memilih (Free Choice)
Dalam surat Ar-ra'du: l 1 Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang dimiliki (termasuk dirinya) suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah (berinisiatif/merekayasa) dirinya sendiri."
Manusia diberi kebebasan untuk memilih kehidupannya, apakah mau beriman atau kufur kepada Allah. Apakah manusia akan memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran agama atau memperturutkan hawa nafsunya. Dalam hal ini, manusia mempunyai kemampuan untuk berupaya menyelaraskan arah perkembangan dirinya dengan tuntutan normatif, nilai-nilai kebenaran, yang dapat memberikan kontribusi atau manfaat bagi kesejahteraan umat manusia, juga memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang berseberangan dengan nilai-nilai agama, sehingga menimbulkan suasana kehidupan (personal-sosial), yang anarki, destruktif atau tidak nyaman.
2.    Makna Kepribadian
Dalam studi keislaman, kepribadian lebih dikenal dengan istilah syakhshiyah. Syakhshiyah berasal dari kata syakhshun yang berarti pribadi. Kata ini kemudian diberi ya' nisbat sehingga menjadi kata benda buatan syakhshiyat yang berarti kepribadian.
Abdul Mujib (1999:133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah "integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku."
a.      Dinamika Kepribadian
Allah berfirman :
$ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ  
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia, fujur, (kefasikan/ kedurjanaan) dan takwa (beriman dan beramal shaleh)." (QS. Asy-syamsu: 8).
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan dengan suasana perjuangan untuk memilih antara haq (takwa-kebenaran) dengan yang batnil (fujur), antara aspek-aspek material semata (sekuler-duniawi) dengan spiritual (ilahiyah).
Manusia memang bukan malaikat, yang selamanya istikomah dalam kebenaran (At-Tahrim:6), tetapi juga bukan setan, yang selamanya dalam kebathilan, kekufuran, kemaksiatan) dan senantiasa mengajak manusia ke jalan yang dilarang Allah (Qs. Al-Baqarah: 168)
Manusia adalah makhluk yang netral, kepribadiannya itu bisa berkembang seperti malaikat, bisa juga seperti syetan. Hal ini amat bergantung kepada pilihannya tadi, apakah manusia mengisi jiwa atau kalbunya dengan ketakwaan atau dengan fujur. Apabila yang dipilihnya itu ketakawaan, maka kalbu (fungsi rohaniah sebagai perpaduan antara akal dan rasa) akan menggerakkannya untuk berperilaku yang bermakna (beramal shaleh) dan berpribadi mulia. Tetapi apabila yang dipilihnya itu "fujur", maka dia akan berpribadi mufsid (pembuat keonaran di muka bumi), biang kemaksiatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Allah berfirman :
ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ  
"Sungguh berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya (qolbunya) dan sungguh merugilah (celakalah) orang yang mengotorinya". (QS. Asy-syamsu:9-10)
Kata zakkaa ( mensucikan) atau dassa ( mengotori), keduanya adalah kata kerja (fi'il) yang menunjukkan keperilakuan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa manusia telah diberi kemampuan untuk mengambil keputusan, dan melakukan keputusan itu dengan segala resikonya. Ayat ini menjelaskan, bahwa Islam menolak pendapat bahwa manusia sebagai makhluk deterministik (baik intrapsikis maupun lingkungan).
Manusia akan mengalami konflik psikis, manakala dia tidak mengambil keputusan, membiarkan jiwanya terkurung (terbelenggu) oleh keraguan antara mengambil kebenaran (komitmen kepada haq), dengan mengambil yang salah (memperturutkan hawa nafsu).
Bagi mereka yang komitmen kepada kebenaran (memaknai hidupnya dengan kebenaran), meskipun harus menempuh perjuangan hidup yang sulit, maka dia akan lahir, berkembang sebagai manusia yang berpribadi mantap. Inilah orang yang dipanggil secara khusus oleh Allah/. Allah berfirman 'Hai jiwa yang tenang (nafsul muthmainah) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridloi-Nya. Masuklah ke dalam jama'ah hambaku dan masuklah ke dalam surga-Ku.
3.    Tipe Kepribadian
Pilihan manusia terhadap dua masalah besar dalam kehidupannya, yaitu "hak" dan "bathil" akan melahirkan perilaku-perilaku tertentu, sesuai dengan karakteristik atau tuntutan yang hak atau bathil tersebut.
Perilaku-perilaku tersebut mengkristal dalam pola-pola tertentu yang satu sama lainnya sangat berbeda. Pola-pola perilaku tertentu yang dimiliki individu dan bersifat konstan atau tetap dapat dikategorikan sebagai tipe kepribadian. Tipe kepribadian dalam kontek Al-Qur'an dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu mukmin (orang yang beriman), kafir(menolak kebenaran) dan munafik (meragukan kebenaran). (Syamsu Yusuf, 2007: 215).
a.         Tipe Mukmin
Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1) Berkenaan dengan akidah, beriman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan qodar
2) Berkenaan dengan ibadah, melaksanakan rukun islam
3) Berkenaan dengan kehidupan sosiaL bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja sama, menyeru kepada kebaikan dan mecegah kemungkaran, suka memaafkan kesalahan orang lain dan dermawan.
4) Berkenaan dengan kehidupan keluarga: berbuat baik kepada kedua orang tua dan saudara, bergaul yang baik antara suami istri dan anak, memelhara dan membiayai keluarga.
5) Berkenaan dengan moral: sabar, jujur,adil, qonaah, amanah, tawadlu, istiqomah dan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu.
6) Berkenaan dengan emosi ; cinta kepada Allah, takut akan azab Allah, tidak putus asa dalam mencari rahmah Allah, senang berbuat kebajikan kepada sesama, menahan marah, tidak angkuh, tidak hasud, atau tidak iri, dan berani dalam mebela kebenaran.
7) Berkenaan dengan intelektual ; memikirkan alam semesta dan ciptaan Allah yang lainnya, selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirannya untuk sustu yang bermakna.
8) Berkenaan dengan pekerjaan : tulus dalam bekerja dan menyempurnakan
pekerjaan, berusaha dengan giat dalam upaya memperoleh rizki yang halal.
9) Berkenaan fdengan fisik ; sehat, kuat dan suci/ bersih
b.   Tipe Kafir
Tipe kepribadian kafir mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1)        Berkenaan dengan Akidah; tidak beriman kepada Allah dan rukun iman yang lainnya
2)        Berkenaan dengan ibadah: menolak beribadah kepada Allah
3)        Berkenaan dengan kehidupan sosial; zalim, ,memusuhi orang yang berimanm, senang mengajak pada kemungkaran,dan melarang kebajikan.
download

3 komentar: